Selasa, 23 Januari 2018

Penganten Rang Bunian (Part 62)



“Tapi aku ingin sekali menemui mereka dan tinggal bersama mereka disini” pintanya.
“Itu juga tak mungkin. Sang Ratu telah menerapkan peraturan di kampung ini bahwa setiap anak yang dilahirkan oleh para wanita dari perkawinannnya dengan orang asing harus dipelihara oleh orang-orangnya Sang Ratu ditempat yang sudah disediakan untuk penampungan itu. Mereka hidup bahagia disana berkumpul bersama-sama teman-temannya yang lain dan memperoleh pengetahuan tentang adat istiadat dan peraturan yang diterapkan Sang Ratu serta pengetahuan dalam hal perawatan tubuh yang baik dari orang-orangnya Sang Ratu”

Penjelasan yang disampaikan Ranti itu sebenarnya sudah pernah didengar Sahrul dari mulut Ratih, namun karena dalam penyampaiannya Ratih seakan tidak serius dan terkesan asal jawab hanya untuk mengejar bonus pelayanan yang diberikan Sahrul maka lama-lama Sahrul kurang yakin akan jawaban itu. Tidak ingin menjadi beban pikiran bagi Ranti yang akhirnya berbuntut pada pengaduannya kepada Sang Ratu, akhirnya Sahrul kembali bersikap biasa-biasa saja. Palig tidak dia sudah mengetahui kalau jawaban dan informasi yang disampaikan Ratih selama ini adalah akurat dan tidak salah. Sehingga untuk selanjutnya cukup melalui Ratih saja dia memperoleh keterangan dalam bentuk apapun. Cukup dengan memberikan bonus berupa pelayanan ekstra, dia sudah bisa mengetahui apa yang ingin diketahuinya.
Hari-hari berlalu, tanpa terasa karena kelakuan Sahrul tidak lagi membahayakan akan kelangsungan hidup mereka di kampung Lubuk Lungun itu, maka Sang Ratu mengeluarkan keputusan untuk tidak lagi memberkati Sahrul menjadi warga tetap kampung itu. Bukan hanya tingkah laku Sahrul yang dianggap memenuhi syarat untuk tinggal dikampung itu tanpa diberkati menjadi warga tetap, namun keputusan Sang Ratu tersebut diambil juga atas pertimbangan Mayang dan Ratih yang sebenarnya sangat keberatan kalau Sahrul dinobatkan sebagai warga tetap kampung itu dan suami Ranti yang abadi. Keberatan mereka itu didasarkan pada kepentingan mereka untuk bisa memperoleh kenikmatan hidup yang diperolehnya dari Sahrul. Sementara keberatan kedua wanita cantik itu yang diterima Sang Ratu juga sejalan dengan perasaan hati Sang Ratu yang merasa sangat sayang kalau harus mengeluarkan keputusan itu karena secara otomatis dia juga tidak akan dapat memperoleh kenikmatan hidup dari Sahrul. Bukan karena dilarang sebagaimana yang berlaku pada Ratih dan Mayang saja, tetap karena dalam waktu dekat Sahrul akan kehilangan keperkasaannya sehingga jangankan untuk turut melayani Sang Ratu, melayani istrinya saja akan sangat sulit bagi Sahrul secara memuaskan.
Sebagaimana para lelaki asing lain yang sudah diberkati oleh Sang Ratu karena permintaan istrinya masing-masing, sama sekali mereka tidak mempunyai kemampuan lagi melayani kebutuhan seks istrinya yang semakin menggelora. Terpaksa istri-istri yang tidak lagi memperoleh kenikmatan  dari suaminya itu itu harus direlakan untuk memperoleh kenikmatan dari para lelaki asing lain yang belum diberkati dan masih memiliki kemampuan seks yang tinggi. Satu hal yang aneh dan berlaku di kampung itu adalah bahwa setiap wanita memiliki kemampuan membuat ramuan mujarab untuk menambah keperkasaan lelaki. Tapi begitu ramuan mujarab tersebut diberikannya kepada suaminya yang sah maka kemanjuran ramuan mujarab itu tak akan lagi mujarab sebagaimana yang diharapkan.
Keputusan Sang Ratu untuk membatalkan pemberkatan kepada Sahrul disambut dengan bahagia oleh Mayang dan dengan wajah ceria pula disampaikannya keputusan itu kepada Ranti, Bandri dan Ratih yang pagi itu sudah menunggu mereka diruang tamu kediaman Mayang.
“Dengan demikian kehidupan kita akan berjalan sebagaimana biasanya dimana Sahrul masih memiliki hak untuk melakukan pengabdian kepada Sang Ratu dan aku. Begitu juga Ratih masih berhak untuk memperoleh kenikmatan yang diberikan Sahrul dalam pelayanan seksnya” jelas Mayang. Rona ceria terlihat di wajah Ratih yang memang sangat mengharapkan keputusan untuk pembatalan pemberkatan menantunyaitu.
“Kita akan biasa-biasa saja dan tidak perlu menampaikannya kepada Sahrul” tutup Mayang dalam memberikan penjelasannya itu.
“Terimakasih, Puteri” jawab ketiga orang penghadap itu akhirnya dengan menunduk memohon diri dengan beringsut mundur dalam jongkoknya.
“Ibu dan ayah pulang saja dulu. Biar aku yang menunggu Bang Sahrul utuk pulang bersama” kata Ranti sesampainya mereka diluar kediaman Puteri Mayang.
“Baiklah, Ranti. Biar ayah dan ibumu pulang dulu. Kamu segera pulang setelah Sahrul usai melakukan pengabdiannya kepada Sang Ratu dan Puteri Mayang, ya?”
“Terimakasih, Ayah”
Kedua suami istri itu dengan rona ceria meninggalkan kediaman Mayang. Sementara Ranti menunggu selesainya suaminya melaksanakan tugasnya memberikan pengabdian kepada kedua wanita cantik di istana itu.
Jenuh menunggu hanya duduk-duduk saja, Ranti mencoba untuk berjalan-jalan disekitar pekarangan kediaman Mayang. Tengah mondar mandir itu, secara tak sengaja ketika hendak mengunjungi peraduan Sang Ratu untuk menjempit Sahrul yang telah selesai mengabdi kepada Sang Ratu, Mayang melihat Ranti masih juga berada dilingkungan istananya. Diluangkannya waktu untuk mendekati Ranti. Mana tahu ada hal lain yang ingin ditanyakan Ranti kepadanya.
“Ada apa, Ranti? Kenapa masih disini? Apakah masih ada yang ingin kau sampaikan?”
“Ngh... maaf tuan Puteri, perkenankan hamba menunggu suami hamba selesai melakukan pengabdiannya disini” jawab Ranti sembari menunduk.
“Oh.. silakan. Tapi sebaiknya kau menunggunya diruang tunggu depan istana saja. Karena nanti pengawal akan menanyaimu yang dilihatnya mondar mandir tanpa tujuan” jawab Mayang menyilakan Ranti untuk menunggu suaminya itu diruang tunggu depan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar